Nama daerah Sagaranten menurut penduduk setempat diambil dari dua kata bahasa daerah 'Sagara' yang artinya Lautan dan 'Inten' yang artinya intan atau batu yang berkilauan. Tak salah di daerah tersebut sejak 1945 memang dikenal sebagai produsen batu akik. Semenjak booming era batu berkilau tersebut pesanan meningkat tajam, hingga mengangkat perekonomian masyarakat setempat.
"Di sini mayoritas produksi untuk ekspor, sisanya baru untuk pasar nasional dan lokal," ujar Ketua Paguyuban Batu Akik Indonesia, Ujang Sulaeman.
Meski mayoritas penduduk berprofesi sebagai pengrajin akik, Ujang menyebut pihaknya masih kewalahan memenuhi tingginya pesanan dari pasar luar negeri. Hingga akhirnya terpaksa sejumlah bahan didatangkan dari luar wilayah.
"Ada dari Baturaja Lampung, Kalimantan, Jambi, Sulawesi dan Maluku, beli bahan mentah lalu dipoles di sini" imbuhnya.
Berkah batu akik benar-benar disyukuri masyarakat di berbagai usia. Mulai dari pemilik 'home industry' hingga pengrajin, di Sagaranten anak usia Sekolah Dasar (SD) dengan kemampuan memoles akik dengan uang yang diperoleh sudah mampu beli motor sendiri.
Seperti diceritakan Syarif Hidayatullah, warga Kampung Gardu, Desa Datarnangka, Kecamatan Sagaranten. Selepas SMA, dia memberanikan diri membuka usaha pengrajin akik.
"Saya belajar memoles akik sejak masih SD, dulu itu penghasilan saya sudah bisa beli motor. Sekarang di usia saya yang mencapai 35 tahun omzet per bulan bisa sampai ratusan juta rupiah per bulan," ujarnya.
"Pesanan paling sedikit 80 kilogram ke Amerika. Kita sudah kontrak kerja dengan mereka hingga 20 tahun," ujar Syarif lagi.
Berdasarkan data di PT Pos Indonesia Cabang Sukabumi, pengiriman akik meningkat dalam beberapa bulan belakangan. Setiap hari, ada paket yang jumlahnya berkisar 200 hingga 300 kg dikirim melalui pos.
"Di sini mayoritas produksi untuk ekspor, sisanya baru untuk pasar nasional dan lokal," ujar Ketua Paguyuban Batu Akik Indonesia, Ujang Sulaeman.
Meski mayoritas penduduk berprofesi sebagai pengrajin akik, Ujang menyebut pihaknya masih kewalahan memenuhi tingginya pesanan dari pasar luar negeri. Hingga akhirnya terpaksa sejumlah bahan didatangkan dari luar wilayah.
"Ada dari Baturaja Lampung, Kalimantan, Jambi, Sulawesi dan Maluku, beli bahan mentah lalu dipoles di sini" imbuhnya.
Berkah batu akik benar-benar disyukuri masyarakat di berbagai usia. Mulai dari pemilik 'home industry' hingga pengrajin, di Sagaranten anak usia Sekolah Dasar (SD) dengan kemampuan memoles akik dengan uang yang diperoleh sudah mampu beli motor sendiri.
Seperti diceritakan Syarif Hidayatullah, warga Kampung Gardu, Desa Datarnangka, Kecamatan Sagaranten. Selepas SMA, dia memberanikan diri membuka usaha pengrajin akik.
"Saya belajar memoles akik sejak masih SD, dulu itu penghasilan saya sudah bisa beli motor. Sekarang di usia saya yang mencapai 35 tahun omzet per bulan bisa sampai ratusan juta rupiah per bulan," ujarnya.
"Pesanan paling sedikit 80 kilogram ke Amerika. Kita sudah kontrak kerja dengan mereka hingga 20 tahun," ujar Syarif lagi.
Berdasarkan data di PT Pos Indonesia Cabang Sukabumi, pengiriman akik meningkat dalam beberapa bulan belakangan. Setiap hari, ada paket yang jumlahnya berkisar 200 hingga 300 kg dikirim melalui pos.
Comments
Post a Comment